Minggu, 17 Juni 2012

PEMBIBITAN, PANEN, DAN PENANGANAN PASCAPANEN JAMUR TIRAM PUTIH [Pleurotus ostreatus (Jacq) P. Kumm]


PEMBIBITAN, PANEN, DAN PENANGANAN PASCAPANEN
JAMUR TIRAM PUTIH [Pleurotus ostreatus (Jacq) P. Kumm]

(Laporan Praktik Umum)


Oleh

MAIYULIS








logo_unila3










FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012

I.  PENDAHULUAN
I.I  Latar Belakang
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis untuk dapat menghasilkan makanannya sendiri.  Untuk dapat melangsungkan hidupnya, jamur menyerap zat-zat organik yang berasal dari mahluk hidup yang telah mati.  Media tumbuh jamur dapat berasal dari limbah pertanian yang mengandung selulosa misalnya serbuk gergaji. 

Jamur tiram putih [Pleurotus ostreatus (Jacq) P. Kumm] merupakan salah satu dari jenis jamur yang banyak dibudidayakan di Indonesia.  Badan buah jamur tiram ini dapat dikonsumsi dan mengandung protein yang tinggi (Dewi, 2009).  Oleh sebab itu, jamur tiram putih ini memiliki prospek baik dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan pasar. 

Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang banyak membudidayakan jamur tiram putih.  Namun, dari banyak yang membudidayakan jamur ini hanya sedikit yang dapat membuat bibit jamur tiram.  Bibit jamur tiram sulit untuk didapatkan karena dilakukan di dalam laboratorium, sehingga membuat petani jamur di Lampung membeli bibit jamur dari luar pulau dengan harga yang cukup tinggi. 


Permintaan bibit jamur tiram botolan terus meningkat, sehingga untuk mendapatkan jamur tiram yang baik harus mengetahui cara pembibitannya.  Pembibitan merupakan langkah pertama dalam membudidayakan jamur tiram putih.  Namun, untuk menghasilkan bibit jamur tiram putih yang baik sangat sulit, sehingga dibutuhkan keahlian dan pengetahuan yang khusus.  Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan khusus dalam memproduksi jamur tiram botolan tersebut. 

Selain sulitnya pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen jamur tiram juga sangat sulit, karena kandungan air dan laju respirasi yang tinggi, sehingga jamur tiram mudah rusak.  Panen dan penanganan pascapanen merupakan kegiatan akhir dari suatu proses budidaya jamur tiram. 

Proses pemanenan dan penanganan pascapanen jamur sangat mempengaruhi kualitas jamur.  Teknik pemanenan yang kurang baik dapat mengakibatkan kerusakan pada media tumbuh jamur tiram, yang dapat mengurangi produktivitas jamur yang dihasilkan.  Penanganan pascapanen jamur dapat mempengaruhi kualitas jamur, bila penanganan pascapanen kurang baik jamur akan berkualitas kurang baik.  Contohnya penanganan pascapanen dalam pengemasan dan penyimpanan yang kurang baik akan mengakibatkan penampilang yang tidak menarik, bahkan cenderung rusak. 

Berdasarkan latar belakang tersebut dilakukanlah Praktik Umum yang berjudul “Pembibitan, Panen, dan Penanganan Pascapanen Jamur Tiram Putih [Pleurotus ostreatus (Jacq) P. Kumm] yang dilaksanakan di gang Rambutan Jalan Ratu Dibalau, Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung.  Praktik Umum ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang banyak mengenai budidaya dan pascapanen jamur tiram putih, khususnya untuk mengetahui proses pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen jamur tiram putih. 

1.2     Tujuan Praktik Umum
Adapun tujuan umum praktik umum ini adalah:
a.  Mengetahui gambaran umum usaha jamur tiram tingkat petani, 
b.  Mengetahui teknik pembibitan jamur tiram putih di tingkat petani, 
c.  Mengetahui cara panen dan penanganan pascapanen jamur tiram secara langsung di tingkat petani, 
d.  Mempelajari penanganan pascapanen jamur tiram dalam fase pembibitan. 

Adapun tujuan khusus dari praktik umum ini adalah:
Bagi mahasiswa
a.  Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen jamur tiram putih, 
b.  Memperoleh keterampilan operasional secara langsung, 
c.  Mendewasakan pemikiran dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah yang terdapat di lapangan. 

Bagi universitas
a.  Mengenalkan Universitas Lampung sebagai lembaga pendidikan sekaligus penelitian kepada dinas atau intansi,  
b.  Mendapatkan masukan dalam rangka pengembangan dan penyelarasan proses dan pola pendidikan di Universitas Lampung sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan pekerjaan, 
Bagi intansi
a.  Membantu dan mendukung program pemerintah dalam rangka pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, 
b.  Mendapatkan ide atau gagasan baru dari pihak peneliti untuk proses perencanaan program intansi ke depan.  

1.3  Waktu, Tempat, dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum
1.3.1  Waktu dan tempat pelaksanaan
Kegiatan Praktik Umum dilakukan di gang Rambutan Jalan Ratu Dibalau, Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung.  Praktik Umum ini dilakukan selama 30 hari kerja, yang dimulai pada tanggal 16 Januari hingga 16 Februari 2012. 

1.3.2  Metode pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam praktik umum ini adalah:
1.            Pengumpulan data dan studi pustaka
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengerjakan kegiatan kerja di gang Rambutan Jalan Ratu Dibalau, Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung dengan ikut serta pembuatan bibit dan pemanenan dan penanganan pascapanen jamur tiram putih.  Studi pustaka ditujukan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan sistem kerja pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen jamur tiram putih. 
2.            Magang
Magang dilakukan di bawah pengawasan pembimbing lapang, yaitu dengan melakukan pengamatan pada pembuatan bibit, panen, dan penanganan pascapanen jamur tiram putih. 

3.      Konsultasi dan diskusi
Konsultasi dilakukan dengan pembimbing lapang dan karyawan-karyawan di lingkungan Praktik Umum untuk mendapatkan informasi tentang hal-hal yang berkaitan atau mendukung kegiatan Praktik Umum, khususnya mengenai pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen jamur tiram putih.  Diskusi dilakukan dengan pembimbing lapang untuk mendapatkan kelengkapan data dan informasi yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan laporan Praktik Umum. 
4.            Pembuatan laporan sementara
Pembuatan laporan sementara dilakukan di lokasi Praktik Umum dengan bimbingan pembimbing lapang. 

1.4  Kondisi dan Gambaran Umum Lokasi Praktik Umum
1.4.1  Sejarah singkat berdirinya usaha jamur
Budidaya jamur tiram putih di gang Rambutan Jalan Ratu Dibalau, Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung merupakan usaha menengah yang bergerak di bidang agribisnis yang memproduksi baglog dan badan buah jamur tiram.  Budidaya jamur tiram ini berlokasi di gang Rambutan Jalan Ratu Dibalau, Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung. 

Usaha budidaya jamur tiram putih ini dimulai pada tahun 2010, yang didirikan oleh bapak Sukanto.  Pada mulanya bapak Sukanto membeli baglog untuk dibudidayakan.  Untuk pertama kalinya bapak Sukanto menghasilkan jamur tiram dalam skala kecil, yaitu 300 baglog, yang dibudidayakan dalam 2 kumbung dengan total luas keseluruhan mencapai 400 m2

Melihat adanya peluang usaha dalam membudidayakan jamur tiram, maka pada tahun 2011 dibentuklah suatu sistem plasma, setiap plasma terdiri atas 8-10 orang.  Setiap orang di dalam plasma diberi baglog dan harus menyetor 1 kg per hari dan selebihnya dapat digunakan oleh orang tersebut.  Plasma ini dibentuk untuk memperluas dan mengembangkan usaha jamur tiram putih.  Pada tahun 2011 dilakukan pembesaran kumbung dengan modal yang diperoleh dari hasil plasma.  Jumlah plasma saat ini berjumlah 8 kumbung yang tersebar di sekitar Way Kandis. 

Hingga saat ini bapak Sukanto dapat memproduksi 500 baglog/hari.  Budidaya jamur tiram yang dilakukan bukan hanya menghasilkan baglog saja yang dijual atau dibuahkan, tetapi bapak Sukanto memproduksi juga bibit jamur tiram berasal dari kultur murni (F1).  Mulanya bibit induk (F3) diperoleh dari Yogyakarta, yang kemudian digunakan untuk baglog.  Harga bibit induk (F3) yang digunakan cukup mahal dengan harga per botol Rp. 16.000, sehingga bapak Sukanto mencoba memproduksi bibit sendiri dengan kultur jaringan. 

1.4.2        Kondisi lingkungan
Luas lahan kedua kumbung yang dimiliki bapak Sukanto berkisar 400 m2.  Kumbung pertama digunakan untuk budidaya sekaligus sebagai lahan percobaan.  Kumbung ke dua digunakan untuk menyimpan baglog yang akan dijual dan pembuahan jamur tiram putih.  Setiap kumbung memiliki kelembapan yang berkisar 80 – 85%, sedangkan suhu berkisar 27 – 30 0C. 

II.  HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

2.1  Pembibitan Jamur Tiram Putih
Keberhasilan budidaya jamur ditentukan oleh kualitas media tanam, proses budidaya, dan kualitas bibit yang digunakan.  Bibit yang berkualitas dapat dibuat dengan perlakuan-perlakuan yang teliti dan sarana yang memadai, seperti ruangan pembuatan bibit, peralatan, dan kemampuan pelaksana.  Secara umum pembuatan bibit jamur tiram putih melalui beberapa tahap, yaitu pembuatan kultur murni, pembuatan bibit induk, dan pembuatan bibit semai (Cahyana et al., 1999). 

2.1.1  Pembuatan kultur murni (F1)
Pembuatan kultur murni dilakukan melalui tiga tahap yaitu pembuatan media agar, pemilihan induk tanaman, dan isolasi (Cahyana et al., 1999).  Untuk pembuatan media kultur atau media PDA (potatoes dextrose agar) jamur tiram putih dibutuhkan bahan dan alat yang sangat penting disediakan sebelum memulai pembuatan media.  Alat-alat yang digunakan saat pembuatan media murni, yaitu
1.  Botol kultur
Botol kultur yang digunakan berwarna bening, yang sebelum digunakan dibersihkan dahulu dengan air yang mengalir dan sabun cuci (Gambar 1).  Setelah dicuci, botol dikering-anginkan dahulu selama 24 jam.  Botol kultur ini digunakan untuk tempat media kultur. 



                   


                                                     Gambar 1.  Cara mencuci botol

2.  Alat presto
      Presto  digunakan untuk menyeterilkan botol kultur sebelum digunakan untuk tempat media kultur.  Presto yang digunakan dapat berukuran sedang hingga besar dengan lama waktu ½ jam dengan suhu 100 – 121 0C. 

4.  Kompor gas
      Kompor gas digunakan untuk meningkatkan suhu, dan memasak media kultur. 

5.  Panci, pengaduk, dan gelas ukur
      Peralatan panci, pengaduk, dan gelas ukur digunakan untuk membantu saat membuat media kultur jamur tiram putih. 
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan media PDA adalah
1.  Agar
      Agar yang digunakan adalah agar putih yang dijual di pasaran, misalnya agar Swalow.  Agar digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang digunakan untuk media kultur jamur tiram putih. 
2.  Gula merah
      Gula merah yang digunakan adalah gula merah kelapa. 
3.  Kentang dan air
      Kentang yang digunakan adalah kentang yang tidak busuk. 

2.1.1.1  Pembuatan media kultur
1.  Alat dan bahan yang digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. 
2.  Kentang dicuci hingga bersih dan dikupas hingga kulit bagian luar kentang hilang, kemudian kentang diparut dengan menggunakan parutan keju. 
3.  Kentang yang telah diparut ditambahkan dengan 150 ml air keran dan direbus hingga mendidih. 
4.  Setelah mendidih, rebusan kentang disaring.  Saringan air rebusan kentang ditambahkan dengan gula merah sebanyak 10 g dan ditambahkan air keran kembali sebanyak 150 ml. 
5.  Air rebusan kentang yang telah ditambahkan gula merah direbus kembali hingga 15 menit atau sampai air mendidih dan disaring kembali. 
6.  Sebelum air rebusan kentang dan gula dicampurkan dengan agar, agar terlebih dahulu dicairkan dengan 150 ml air. 
7.  Setelah agar mencair, agar dicampurkan dengan air rebusan kentang yang telah ditambahkan gula merah dan dimasak hingga ½ jam atau sampai mendidih. 
8.  Cairan media dimasukan ke dalam botol atau gelas dan ditutup dengan plastik dan karet.  
9.  Media disterilkan dengan menggunakan presto dengan suhu 100 – 121 0C selama 1 jam.  Jika menggunakan panci kukusan disterilkan selama 4 jam. 

Media yang digunakan untuk pembuatan kultur murni adalah potatoes dextrose agar (PDA).  Penggunaan PDA karena kualitasnya sudah mengalami standarisasi (Cahyana et al., 1999).  Pembuatan media PDA ini sangat penting, karena jika tidak dilakukan dengan hati-hati dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi.  PDA yang telah jadi dapat disimpan di pendingin dan media PDA yang didinginkan dapat bertahan hingga lama.  Media yang di botol diletakan dengan posisi miring sehingga media membeku pada dinding botol. 

2.1.1.2  Pengulturan atau isolasi
Bibit jamur tiram putih dikembangkan melalui kultur jaringan.  Ada dua teknik yang digunakan, yaitu dengan menggunakan spora jamur tiram putih dan potongan tipis tangkai jamur tiram.  Namun, penggunaan spora jamur tiram kurang diminati oleh petani, karena jamur yang dihasilkan akan dapat berubah sifat atau karakter dari induknya. 

Agar diperoleh bibit jamur yang berkualitas, maka harus dipilih induk tanaman yang bersifat unggul (Cahyana et al., 1999).  Jamur yang dijadikan eksplan pada tempat Praktik Umum adalah jamur tiram yang sudah tua atau yang sudah mekar penuh.  Eksplan jamur yang dikulturkan diambil dari bagian buah jamur tiram antara helaian jamur dengan tangkai jamur (Gambar 5).  Media yang digunakan dalam pengulturan adalah media PDA.  Pengulturan pada media PDA dilakukan selama 20 hari dan diperoleh F1. 
Proses yang dilakukan selama pengulturan adalah
1.  Jamur tiram putih yang telah mekar penuh diambil dan dibersihkan dengan air yang mengalir. 

                 Gambar 2.  Jamur tiram yang siap diisolasi

2.  Spirtus disemprotkan pada jamur tiram putih atau alkohol 96% dan didiamkan. 
3.  Bagian yang akan dikulturkan dipotong dengan menggunakan pisau yang tajam yang sebelumnya telah disemprot dengan spirtus (Gambar 6).  Potongan jamur diusahakan setipis mungkin untuk mengurangi kontaminasi (Gambar 7). 
               
                                 
                                                       Gambar 6.  Pemotongan jamur tiram            
4.  Potongan tipis jamur tiram putih diletakan di atas media PDA (Gambar 8).  Setelah diisolasi botol kultur ditutup dengan kapas steril dan dilapisi plastik (Gambar 9). 
               

Gambar 8.  Pengisolasian jamur tiram    Gambar 9.  Penutupan mulut botol

5.  Jamur tiram yang telah dikultur diInkubasi selama 15 hari sampai miselium jamur berkembang (Gambar 10). 

          Gambar 10.  Isolasi jamur tiram yang siap diinkubasi

Jenis-jenis jamur yang dikulturkan pada praktik umum adalah jenis jamur ‘Thailan’, ‘Florida’, dan ‘Osteren’.  Jamur jenis ‘Osteren’ adalah jamur yang banyak digunakan sebagai jamur ekspor, karena jamurnya lebih kering, besar, dan tidak mudah hancur, sedangkan jamur jenis ‘Thailan’ berukuran kecil dan kering.  Jamur jenis ‘Florida’ berukuran sedang sampai besar dan basah.  Jamur jenis ‘Florida’ dan ‘Thailan’ memiliki kekurangan yang dilihat dari ukuran dan struktur.  Jamur tiram ‘Florida’ dikenal juga dengan nama shimeji white
(Cahyana et al., 1999). 

2.1.2  Pembuatan bibit induk (F2)
Bibit induk adalah bibit yang diperoleh dari inokulasi kultur murni dan digunakan sebagai inokulan ke bibit semai.  Dalam proses pembuatan bibit induk jamur tiram putih (F2) dibutuhkan alat-alat sebagai berikut. 
1.  Botol kultur
      Botol kultur yang digunakan berwarna bening yang sebelumnya dibersihkan dahulu dengan air yang mengalir dan sabun cuci.  Setelah dicuci, botol kultur dikering-anginkan selama 24 Jam.  Botol kultur digunakan untuk tempat media kultur. 
2.  Kukusan
      Dandang kukusan ukuran besar digunakan untuk mengukus media yang akan digunakan untuk menanam F1 menjadi F2 jamur tiram putih.  Selain itu, digunakan juga untuk menyeterilkan botol yang telah berisikan media jamur tiram F2. 
3.  Kompor gas
      Kompor gas digunakan untuk meningkatkan suhu dan memasak media kultur. 
4.  Wajan
      Wajan besar digunakan untuk menyangrai biji jagung yang akan digunakan sebagai media jamur tiram putih. 
5.  Bunsen, tampah, dan kertas
      Bunsen, tampah, dan kertas digunakan saat membuat media jamur tiram putih. 
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bibit F2 jamur tiram putih antara lain:
1.  Jagung Madura pipilan
      Jagung pipilan untuk pakan burung yang digunakan sebagai media jamur tiram, karena harganya yang lebih murah dibandingkan jagung yang ukurannya besar dan jagung manis.  Jagung yang digunakan adalah jagung kering yang sudah dipipil. 
2.  Kapur
      Kapur digunakan untuk meningkatkan pH dan sebagai nutrisi tambahan pada media jamur tiram putih. 
3.  Air
      Air digunakan untuk mengukus media ataupun untuk penyeterilan. 

2.1.2.1  Pembuatan media F2
1.  Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu sebelum pembuatan media F2.
2.  Jagung pipilan direndam sebanyak 3 kg pada air selama 24 jam.  Jagung       
      yang mengambang di atas air dibuang, karena jagung yang mengambang
      tersebut tidak layak digunakan sebagai media.  Penggunaan jagung 1 kg untuk
      8 botol. 
3.  Jagung pipilan dibilas setelah direndam. 
4.  Jagung pipilan yang telah bersih dimasak dengan menggunakan kukusan selama 3 jam hingga tekstur jagung bagian luar lembut, namun pada bagian dalam masih keras.  Jagung direbus tidak sampai pecah permukaan kulitnya, karena pecahnya permukaan kulit jagung akan mengakibatkan cepat terkontaminasi dan hasil biakan F2 menjadi basah dan kurang baik. 
5.  Jagung yang telah direbus dikering-anginkan di atas tampah, kemudian dilakukan penyangraian agar air pada jagung hilang (Gambar 11). 

                                 Gambar 11.  Pengeringan jagung pipilan

6.  Kapur dicampur dan diaduk merata pada jagung yang telah benar-benar kering (Gambar 12). 

                    Gambar 12.  Penaburan kapur ke atas jagung pipilan
7.  Jagung pipilan setelah ditaburi kapur dimasukan ke dalam botol yang telah dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu (Gambar 13).  
12.  Mulut botol ditutup dengan kapas dan dilapisi oleh plastik dan diikat dengan karet gelang (Gambar 14). 
                       

Gambar 13.  Pemasukan jagung ke botol   Gambar 14.  Penutupan mulut botol
8.  Media jagung pipilan dikukus, agar botol dan media steril (Gambar 15).  Pengukusan media jagung selama 3 jam (Gambar 16). 
           

Gambar 15.  Peletakan dalam kukusan  Gambar 16.  Pengukusan

2.1.2.2  Inokulasi F1 ke media F2
Inokulasi kultur murni ke dalam media bibit induk harus hati-hati, berikut adalah cara inokulasi dalam pembuatan bibit induk.
1.  Alat dan bahan yang digunakan disediakan terlebih dahulu seperti spirtus yang digunakan untuk sterilisasi, spatula digunakan untuk mengambil F1, dan menyediakan media untuk F2. 
2.  Spatula dibakar di atas api bunsen setelah disemprot dengan spirtus   
(Gambar 17). 

       Gambar 17.  Sterilisasi alat sebelum isolasi
3.  Tutup botol dibuka secara perlahan dengan menghadapkan botol ke bawah agar uap air menetes ke luar dan tidak membasahi media jagung.  Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi air di dalam botol dan menghindari kontaminasi terhadap jamur lain. 
4.  Mulut botol yang berisi media F2 dibakar di atas api bunsen setelah di semprot spirtus.  Pembakaran dilakukan untuk menyeterilkan mulut botol agar tidak terjadi kontaminasi. 
5.  Mulut botol yang berisikan kultur F1 dibuka dan dibakar di atas api bunsen. 
6.  Hifa jamur tiram putih yang telah tumbuh diambil dari media kultur.  Hifa tersebut diletakan di atas media jagung pipilan untuk menurunkan F1 ke F2 yang akan digunakan untuk F3. 
7.  Mulut botol yang berisikan media jagung dibakar di atas api bunsen setelah ditanam F1.  Kertas koran ditutupkan ke mulut botol setelah dibentuk persegi sebanyak dua lembar.  
8.  F1 diinkubasi agar menjadi F2 selama 5 hari hingga hifa memenuhi media jagung. 

Setelah didapat F1, hifa jamur tiram putih yang berada pada media PDA di pindahkan ke media jagung dengan memberikan sedikit kapur.  Media jagung tersebut sebelumnya disterilkan.  Setelah 20 hari, F1 pada media jagung dinamakan F2.  Ciri-ciri miselium F1 dan F2 adalah berwarna putih bersih seperti benang-benang tipis.  Jika terjadi kontaminasi pada media atau eksplan jamur tiram putih, eksplan masih dapat digunakan dengan mengambil bagian yang tidak terkena kontaminasi.  Bagian yang terkontaminasi dibuang agar tidak menyebar. 

Budidaya jamur tiram pada lokasi praktik umum, bibit yang digunakan adalah F2 yang dibuat sendiri.  Bibit F2 akan diinokulasi pada media serbuk gergaji.  Namun, pada umumnya petani jamur menggunakan F3 sebagai bibit.  Bibit F3 banyak digunakan petani jamur, karena produsen bibit jamur tiram menyediakan bibit F3.  F2 digunakan pada lokasi praktik umum, karena buah jamur yang dihasilkan lebih baik dengan selang panen lebih cepat yaitu 7 hari dibandingkan F3. 

2.1.3  Pembuatan bibit semai
Bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram dapat berupa serbuk kayu yang ditambahkan dengan bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak, dan protein, sedangkan kapur sebagai sumber mineral dan pengatur pH media, dan gypsum sebagai bahan penambah mineral serta sebagai bahan pengokoh media (Cahayana et al., 1999).  Bahan baku yang digunakan sebagai media tanam jamur tiram adalah serbuk gergaji dan digunakan bahan tambahan berupa dedak, kapur dolomite, gypsum, air, serta MOL (Mikroorganisme lokal).  Formulasi media baglog jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 1. 
Tabel 1. Formulasi media baglog jamur tiram putih

No
Bahan Baku dan Tambahan
Jumlah
1.
Serbuk gergaji
10-15 kg
2.
MOL (stater)
5 liter
3.
Dedak (bekatul)
50 kg
4.
Kapur dolomit dan kapur gypsum
5 kg
5.
Air
secukupnya


Dedak, kapur, dan air ditambahkan karena jamur tiram termasuk organisme heterotrofik (Cahyana et al., 1999).  Heterotrofik merupakan organisme yang tidak dapat mencukupi kehidupannya sendiri.  Oleh karena itu, media merupakan faktor penting yang dibutuhkan dalam budidaya jamur tiram putih. 

Media tanam yang digunakan dalam penanaman jamur tiram putih adalah serbuk kayu, bekatul, kapur dan air.  Serbuk kayu (serbuk gergaji) merupakan tempat tumbuhnya jamur tiram.  Serbuk kayu mengandung serat organik seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang digunakan sebagai sumber makanan jamur (Suriawiria, 2006).  Serbuk kayu yang digunakan pada lokasi praktik umum adalah serbuk kayu campuran, contoh kayu yang digunakan adalah kayu karet, sengon, (jenis kayu keras) dan randu (jenis kayu lunak). 

Kandungan yang berada pada kayu berfungsi untuk membantu pertumbuhan jamur.  Namun, sebagian kayu dapat menghambat pertumbuhan jamur, karena mengandung getah dan zat ekstraktif (zat pengawet alami yang terdapat pada kayu) (Suhartini et al., 2011).  Oleh karena itu, kayu yang digunakan untuk budidaya jamur sebaiknya berasal dari jenis kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet alami, tidak busuk, dan tidak ditumbuhi jamur lain. 

Serbuk kayu saat pembuatan media dicampur dengan bekatul atau dedak.  Bekatul atau dedak merupakan hasil sisa penggilingan padi.  Fungsi bekatul ini adalah sebagai sumber karbohidrat bagi pertumbuhan jamur tiram.  Bekatul atau dedak mengandung vitamin terutama vitamin B komplek, yang merupakan bagian yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur serta berfungsi sebagai pemicu tumbuhnya tubuh buah jamur (Suriawiria, 2006). 
Dalam proses pengomposan media jamur tiram putih diberikan kapur.  Kapur yang diberikan sebagai bahan campuran media adalah kapur dolomit (CaCl3) dan gypsum (CaSO4).  Kapur ini berfungsi sebagai pengontrol pH media agar sesuai dengan syarat tumbuh jamur.  Jamur tiram dapat tumbuh dengan baik pada media dengan kisaran pH 6 – 7 (Cahyana et al, 1999).  Jika pH media tumbuh jamur tiram terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengakibatkan pertumbuhan jamur tiram akan terhambat dan mengakibatkan tumbuhnya jamur lain. 

Selain itu, kapur mengandung sumber kalsium (Ca) yang dibutuhkan oleh jamur dalam pertumbuhannya.  Khususnya kapur gypsum digunakan sebagai bahan untuk memperkokoh media, sehingga kondisi yang kokoh diharapkan media tidak mudah rusak. 

Air dalam pengomposan sangat dibutuhkan.  Air berfungsi untuk kelancaran dan pertumbuhan miselium, agar dapat membentuk spora.  Namun, kebutuhan jamur akan air dalam jumlah sedikit, sehingga akan mengakibatkan kematian jika terlalu banyak (Suriawiria, 2006).  Terlalu banyaknya air yang diberikan dapat mengakibatkan busuk akar, sedangkan kadar air yang terlalu sedikit dapat mengganggu penyerapan makanan oleh jamur, yang dapat mengakibatkan jamur menjadi kurus.  Kadar air media yang dibutuhkan adalah 50 – 65% dengan menambahkan air bersih (Cahyana et al., 1999). 

Selain bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media jamur, digunakan juga plastik sebagai pembungkus media.  Kegunaan plastik baglog bertujuan untuk mempermudah pengaturan kondisi dan penanganan media selama pertumbuhan.  Plastik yang digunakan dalam budidaya jamur tiram harus plastik yang kuat dan tahan panas sampai 100 0C (Cahyana et al., 1999).  Jenis plastik yang digunakan adalah polipropilen (PP) karena memiliki ketebalan 0,3 mm – 0,7 mm (Suhartini et al., 2011).

2.1.3.1  Pengomposan dan pembungkusan
Prorses pengomposan dilakukan untuk mengurai senyawa-senyawa kompleks dalam bahan media dengan bantuan mikroba, sehingga diperoleh senyawa yang lebih sederhana.  Senyawa-senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah dicerna oleh jamur (Cahyana et al., 1999).  Sebelum digunakan sebagai media bagi jamur tiram, serbuk gergaji harus dikomposkan terlebih dahulu.  Langkah-langkah dalam pengomposan serbuk gergaji sebagai berikut. 
1.      Lahan yang akan digunakan untuk pengomposan dibersihkan terlebih dahulu.
2.      Serbuk gergaji diambil sebanyak 10-15 kg dan diratakan di atas lahan.
3.      Air disiram hingga merata dan diaduk dengan cangkul (Gambar 18).
                     Gambar 18.  Pemberian air pada serbuk gergaji
4.      MOL atau stater sebanyak 2,5 liter diambil dan dicampurkan, agar mempercepat pengomposan terjadi. 
5.      Adonan media diaduk hingga merata dan tercampur secara keseluruhan. 
6.      Adonan media dicampur dengan MOL atau stater kembali sebanyak 2,5 liter, dan diaduk hingga semua serbuk gergaji terkena MOL (Gambar 19). 

                        Gambar 19.  Pemberian MOL atau stater

7.      Adonan media dicampur dengan dedak atau bekatul sebanyak 25 kg dan dicampur hingga merata (Gambar 20). 

     Gambar 20.  Pemberian dedak atau bekatul

8.      Adonan media dicampur dengan kapur dolomit dan gypsum kemudian diaduk hingga merata.  Kapur dolomit dan gypsum sebelum dicampurkan terlebih dahulu dihancurkan hingga berbentuk seperti tepung.  Pemberian kapur dilakukan dengan penyaring, sehingga kapur yang diberikan dapat merata
(Gambar 21). 

Gambar 21.  Pemberian kapur

9.      Adonan media kembali dicampurkan dengan dedak sebanyak 25 kg dan diaduk hingga merata. 
10.  Media tanam yang telah tercampur dikomposkan dengan cara ditutup dengan terpal hingga tertutup rapat dan dikomposkan selama 24 jam (Gambar 22). 

Gambar 22.  Pengomposan serbuk gergaji

11.  Setelah dikomposkan, media tanam dimasukan ke dalam kantong plastik polipropilen (Gambar 23).  Selanjutnya ujung plastik dipasang cincin pralon dan menutup lubang cincin dengan menggunakan kapas.

Gambar 23.  Pemasukan media serbuk gergaji setelah pengomposan

Pengomposan dilakukan dengan cara membumbun campuran serbuk gergaji, kemudian menutup rapat dengan menggunakan terpal selama 24 jam.  Pengomposan yang baik ditandai dengan kenaikan suhu mencapai 50 0C
(Cahyana et al., 1999). 
Kadar air kompos yang tepat dapat diketahui dengan cara membuat gumpalan adonan dengan tangan lalu dikepalkan.  Apabila gumpalan dalam kepalan mengeluarkan air terlalu banyak, maka kandungan air dalam bahan tersebut terlalu tinggi.  Adonan yang baik adalah apabila adonan yang dikepal membentuk gumpalan, tetapi mudah dihancurkan kembali.  Adonan yang terlalu banyak mengandung air akan memicu tumbuhnya microba lain, misalnya kapang yang dapat merusak media (Cahyana et al., 1999). 

Setelah media dikomposkan dilakukan pembungkusan dengan menggunakan plastik polipropilen.  Pembungkusan dilakukan dengan cara memasukan adonan ke dalam plastik, kemudian adonan dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat.  Media yang kurang padat akan mengakibatkan hasil panen yang tidak optimal, karena media cepat menjadi busuk, sehingga produktivitas menurun.  Setelah media dipadatkan, ujung plastik disatukan dan dipasang cincin yang terbuat dari potongan paralon pada bagian leher plastik.  Pengisian media dilakukan secara manual dengan tenaga manusia. 

2.1.3.2  Sterilisasi baglog
Sterilisasi adalah proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba seperti bakteri, kapang yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam (Cahyana et al., 1999).  Untuk melakukan sterilisasi dapat digunakan alat sederhana.  Autoklaf yang digunakan pada lokasi praktik umum adalah autoklaf yang dirancang sendiri (Gambar 24).



Autoklaf yang digunakan mempunyai kapasitas sebesar 290 – 240 baglog
(Gambar 25).  Masing-masing autoklaf membutuhkan 2 tabung gas dengan berat 3 kg.  Autoklaf yang dibuat dapat memuat lebih banyak dan lebih murah, sehingga mengurangi biaya produksi.  Media tanam disterilkan dengan uap air panas pada suhu 80 – 90 0C selama 14 jam dengan tujuan menginaktifkan mikroorganisme yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam.  

Gambar 24.  Autoklaf sederhana yang dirancang sendiri


Gambar 25.  Penyusunan baglog saat sterilisasi

Autoklaf dirancang seperti oven besar dengan cara kerja air yang berada pada tabung di bawah autoklaf dipanaskan dengan kompor sehingga menghasilkan uap panas.  Uap air yang panas itu akan masuk melalui trowongan menuju bagian dalam autoklaf dan akan memanasinya.  Uap air panas yang telah berubah menjadi titik air akan jatuh dan kembali ke tabung penampung air yang berada di bawahnya, sehingga air terus berputar selama penyeterilan media baglog

2.1.3.3  Pendinginan media baglog
Media setelah disterilisasi akan diinokulasi dengan bibit jamur.  Namun, sebelumnya baglog didinginkan terlebih dahulu selama 2-4 jam sampai suhunya turun.  Apabila suhu media terlalu tinggi akan mengakibatkan bibit yang ditanam akan mati (Cahyana et al., 1999). 
2.1.3.4  Inokulasi (pemberian bibit)
Teknik penanaman bibit atau inokulasi merupakan suatu kegiatan penanaman bibit jamur ke dalam media tanam yang sudah disiapkan.  Inokulasi dapat dilakukan dengan penusukan bibit jamur ke dalam media tanam secara langsung melalui cincin.  Penusukan bibit jamur dilakukan dengan hati-hati.  Sebelum menabur, spatula harus disterilkan terlebih dahulu dengan membakarnya pada bunsen. 

Media yang telah berisi bibit jamur selanjutnya ditutup menggunakan kapas atau koran.  Penutupan media bertujuan untuk menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan miselium jamur, karena miselium jamur tumbuh dengan baik pada kondisi yang tidak terlalu banyak oksigen (Dewi, 2009).  Namun, penutupan tidak dilakukan dengan rapat, karena akan menghambat pertumbuhan miselium, sehingga berakibat kurang baik dalam pertumbuhan tubuh buah jamur tiram putih
(Cahyana et al., 1999). 




2.1.3.5  Inkubasi media baglog
Faktor lingkungan saat inkubasi berlangsung sangat memengaruhi pertumbuhan jamur tiram putih.  Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembapan ruangan, cahaya, dan sirkulasi udara.  Inkubasi atau proses menumbuhkan miselium jamur dilakukan dengan cara menyimpan baglog di ruang inkubasi bersuhu 22–28 0C (Dewi, 2009).  Pertumbuhan miselium akan terhambat jika suhu berada di bawah atau di atas kisaran angka tersebut.  Kelembapan yang dibutuhkan saat inkubasi berkisar 60 – 80% (Cahyana et al., 1999). 

Sebelum baglog dimasukan ke dalam kumbung, dilakukan seleksi agar tingkat pertumbuhan jamur di dalam kumbung optimal.  Baglog yang sudah diseleksi dimasukan ke dalam kumbung yang telah disiapkan.  Baglog tersebut ditata rebah di atas rak dengan posisi satu baris, tutupnya menghadap ke jalan. 

2.2  Panen dan Penanganan Pascapanen
Panen dan penanganan pascapanen akan menentukan kualitas jamur tiram putih yang akan dijual.  Berikut hal-hal yang dilakukan dalam panen dan penanganan pascapanen jamur tiram putih pada praktik umum. 

2.2.1  Pemanenan
Tahap akhir dari budidaya jamur adalah pemanenan dan pengolahan hasil panen.  Pemanenan merupakan tahapan yang sangat sulit, karena harus benar dan hati-hati agar produk berupa jamur tidak rusak.  Jamur tiram dipanen saat pertumbuhan tubuh buah telah maksimal (Gambar 26).  Pemanenan dilakukan setelah lima hari tumbuh calon jamur (Cahyana et al., 1999). 

Pemanenan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan atau pisau tajam (Gambar 27).  Jamur dipanen dan dipotong beserta akarnya, karena akar yang tertinggal dalam media akan membusuk, sehingga akan mengakibatkan serangan hama.  Pemanenan dilakukan di pagi hari untuk mempertahankan kesegaran dan mempermudah pemasaran. 

                          

Gambar 26.  Jamur tiram putih siap panen                 Gambar 27.  Pemanenan

Dalam waktu satu bulan setelah penaburan bibit, tubuh buah jamur tiram akan tumbuh menjadi stadia pinhead.  Stadia ini jamur belum dapat dipanen, karena ukuran jamur belum maksimal.  Umur pinhead sekitar dua minggu hingga jamur sudah mekar maksimal, jamur dapat dipanen (Gambar 28).  Pemanenan dilakukan secara keseluruhan, walau jamur yang berkelompok tersebut belum seutuhnya mekar semua. 

Gambar 28.  Pinhead
2.2.2  Penanganan pascapanen
Jamur tiram putih dipasarkan dalam bentuk segar.  Penanganan pascapanen dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan kesegaran jamur tiram.  Adapun penanganan yang dilakukan untuk memperpanjang kesegaran jamur tiram adalah
  • Membersihkan jamur dari sisa-sisa media tanam dan kotoran yang melekat dengan menggunakan pisau, 
  • Melakukan seleksi antara jamur yang rusak dengan jamur yang baik.  Jamur yang baik berciri-ciri besar, kering, dan berwarna putih bersih, 
  • Meletakan jamur di ruangan terbuka dan hindari terkena air, 
  • Menghindarkan penyampuran jamur dengan tanaman lain. 

Setelah panen, jamur tiram putih dimasukan ke dalam plastik yang berukuran 40 x 60 cm yang di bagian bawah dilapisi koran.  Fungsi koran adalah untuk menyerap uap air yang dikeluarkan oleh jamur.  Jamur kemudian disusun dengan rapih di atas koran dan udara di dalam plastik dikedapkan dengan menggunakan vakum.  Namun, harga vakum relatif mahal, sehingga dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan mengeluarkan udara secara perlahan melalui mulut plastik yang diputar dan ditarik secara perlahan.  Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menjaga kelembapan agar jamur dapat bertahan selama 2 hari. 

Penggunaan lapisan koran pada bagian bawah jamur berpengaruh terhadap penyerapan air yang dihasilkan dari respirasi jamur.  Kertas lain yang dapat digunakan adalah kardus atau kertas HVS.  Namun, penggunaan kertas HVS cukup mahal dan kardus sulit menyerap air, maka digunakanlah koran yang lebih murah dan mudah dibentuk.  Air yang dikeluarkan tanpa diserap oleh koran dapat mengakibatkan jamur berbau tengik dan dapat memunculkan jamur lain sehingga kesegaran jamur menjadi cepat rusak. 

Penanganan pascapanen jamur tiram yang telah dipaparkan di atas dilakukan saat praktik umum.  Pascapanen jamur secara umum, yaitu dalam bentuk segar, dapat dibungkus dengan kain batis (cheese cloth), kemudian disimpan dalam refrigerator pada suhu 15 0C.  Jamur tiram dapat dikemas dengan menggunakan stryrofoam chest dengan meletakan es pada dasarnya ataupun dikemas dalam wadah datar yang dilapisi daum pisang (Sinaga, 2000). 

Penyimpanan 5 0C akan menyebabkan chilling injury dan pada suhu 20 oC dapat menyebabkan jamur cepat membusuk.  Cina menggunakan peti kayu dengan tiga ruang dengan ruang kiri dan kanan diisi es, sehingga jamur yang dibawa ke Hongkong tidak rusak dan busuk (Sinaga, 2000).  Penanganan lainnya dapat dilakukan dengan pengeringan, pembuatan asinan, bentuk kalengan, dan bentuk pasta. 

2.2.3  Pemasaran baglog dan badan buah jamur tiram
Badan buah jamur tiram dipasarkan secara langsung kepada pedagang dengan harga Rp. 10.000-12.000/kg.  Setiap 1000 baglog dapat menghasilkan 7-10 kg/hari.  Selain di pedagang pasar di sekitar pasar Way Kandis, Tugu, Untung, Natar, pemasaran dilakukan sampai Pringsewu, Palembang, dan Bangka Belitung. 

Untuk pemasaran badan buah jamur tiram di pasar terdekat, dilakukan pengepakan yang baik agar dapat bertahan lama.  Pengepakan dilakukan dengan menggunakan toples besar dan badan buah jamur disusun di dalam toples besar tersebut.  Jamur tersebut ditutup jika jamur sudah penuh.  Toples yang digunakan adalah toples plastik bening (Gambar 29).  Jamur setelah sampai di pasar harus diletakan pada tampah atau tempat lain dan tidak boleh terlalu lama di dalam toples. 


Gambar 29.  Penanganan pascapanen jamur tiram putih

Pengepakan badan buah jamur tiram yang akan dipasarkan ke tempat yang jauh berbeda cara dengan yang dilakukan di tempat yang dekat.  Pengepakan dilakukan dengan plastik besar berwarna putih transparan.  Cara pengepakannya harus baik, yaitu dengan cara menyusun badan buah jamur hingga penuh dan ditekan dengan tangan bersamaan pelipatan plastik agar udara di dalam plastik berkurang, sehingga respirasi jamur berkurang.  Cara pengepakan yang dilakukan pada lokasi praktik umum dapat mempertahankan kesegaran jamur selama dua hari. 

Pemasaran badan buah jamur hingga ke Bangka Belitung dilakukan dengan mengeringkan jamur tiram putih.  Jamur tiram dijemur dan dioven hingga jamur mengering (Gambar 30).  Pengepakannya dilakukan dengan menggunakan plastik yang ditutup rapat dan dapat bertahan hingga ½ tahun.  Jamur tiram kering dihargai Rp. 2000/bungkus dengan bobot 0,4 ons (Gambar 31). 
                         

Gambar 30.  Pengeringan jamur tiram    Gambar 31.  Jamur tiram yang kering

Pemasaran baglog yang akan dikirimkan ke pembeli dilakukan secara khusus, dengan umur baglog 2 bulan.  Baglog dijual dengan menggunakan kendaraan motor atau mobil yang memiliki bag.  Cara yang dilakukan adalah dengan menyusun secara teratur, dengan setiap susunan diberi kayu agar ada sirkulasi udara.  Tingkatan baglog yang disusun sebanyak 7 tingkatan dan maksimal 12 tingkatan.  Jika lebih banyak akan mengakibatkan baglog rusak. 

Penyusunan dilakukan berdasarkan pertumbuhan miselium jamur pada baglog.  Contohnya untuk baglog yang pertumbuhan miseliumnya mencapai 80% maka susunannya mencapai 7 tingkat, sedangkan yang miseliumnya mencapai 25% dapat disusun mencapai 10-12 tingkat.  Harga baglog yang ditawarkan adalah
Rp. 2.500/log. 

Jika jamur dipasarkan dengan menggunakan motor, motor menggunakan penutup dan dilapisi papan di setiap lapisan.  Kegunaan penutup agar jamur tidak terkena sinar matahari secara langsung, sedangkan lapisan papan digunakan agar jamur dapat berespirasi dengan baik.  Apabila suhu pada penyimpanan di motor atau mobil mencapai 40 0C atau lebih, maka miselium jamur akan mengalami kematian. 

III.  KESIMPULAN DAN SARAN

3.1  Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan mengenai pembibitan, panen dan penanganan pascapanen jamur tiram putih di Way Kandis, Tanjung Seneng, Bandar Lampung dapat disimpulkan sebagai berikut. 
1.      Bibit jamur tiram putih memengaruhi kualitas jamur tiram putih tersebut. 
2.      PDA (potatoes dextrose agar) merupakan media yang digunakan untuk kultur jamur tiram putih dan peranannya sangat penting. 
3.      Jenis jamur yang dikulturkan pada praktik umum adalah jenis jamur ‘Thailan’, ‘Florida’, dan ‘Osteren’.
4.      Dua teknik untuk mengulturkan jamur tiram adalah teknik spora dan jaringan.  Teknik jaringan digunakan petani jamur untuk mengulturkan jamur tiram putih. 
5.      Pemanenan jamur tiram dilakukan saat jamur tiram putih telah mekar penuh. 
6.      Panen dan penanganan pascapanen jamur tiram sangat penting untuk mempertahankan kesegaran jamur tiram putih.


3.2    Saran
Berdasarkan hasil laporan Praktik Umum yang telah dilakukan, maka disarankan menggunakan peralatan dengan teknologi yang lebih baik, misalnya menggunakan laminar air flow sederhana saat pemindahan kultur, sehingga mendapatkan bibit jamur tiram dengan kualitas yang baik dan memperkecil terjadinya kontaminasi.  Dalam hal penanganan pascapanen jamur tiram putih dapat dilakukan dengan pembuatan asinan, dalam bentuk pasta dan kaleng. 

DAFTAR PUSTAKA

Cahyana,Y. A., Muchrodji, dan M. Bakrun.  1999.  Pembibitan, Pembudidayaan dan Analisis Jamur Tiram.  Bogor.  Penebar Swadaya.  63 hlm. 

Dewi, I.  K.  2009.  Efektivitas Pemberian Blotong Kering Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Media Serbuk Kayu.  Skripsi.  Universitas Muhamadiah.  Surakarta.  70 hlm. 

Sinaga, M. S.  2000.  Jamur Merang dan Budidayanya.  Jakarta.  Penebar swadaya.  65 hlm. 

Suhartini, T. Aminatun, dan V. Henuhili.  2011.  Pelatihan Budidaya Jamur Tiram Dengan Sistem Susun Pada Masyarakat Desa Kasihan, Bantul Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Keluarga.  Modul Pelatihan Jamur Tiram.  Desa Kasihan, Bantul.  17 hlm. 

Suriawiria.  2006. Budidaya Jamur Tiram.  Kanisius.  Yogyakarta.  55 hlm. 



 
 

1 komentar: